Upacara Kelahiran pada Masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan)
1. Pengantar
Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, provinsi Kalimantan Selatan didiami oleh berbagai sukubangsa (Melalatoa, 1995). Salah satu diantaranya adalah sukubangsa Banjar. Mereka mempercayai bahwa kehidupan manusia selalu diiringi dengan masa-masa kritis, yaitu suatu masa yang penuh dengan ancaman dan bahaya (Koentjaraningrat, 1985, Keesing, 1992). Masa-masa itu adalah peralihan dari tingkat kehidupan yang satu ke tingkat kehidupan lainnya (dari manusia masih berupa janin sampai meninggal dunia). Oleh karena masa-masa tersebut dianggap sebagai masa yang penuh dengan ancaman dan bahaya, maka diperlukan adanya suatu usaha untuk menetralkannya, sehingga masa-masa tersebut dapat dilalui dengan selamat. Usaha tersebut diwujudkan dalam bentuk upacara yang kemudian dikenal sebagai upacara lingkaran hidup individu yang meliputi: kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian. Tulisan ini terfokus pada upacara kelahiran pada masyarakat Banjar.
2. Peralatan dan Fungsi
Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upacara kelahiran pada masyarakat Banjar adalah: upiah pinang (pelepah pinang), kapit (wadah tembikar yang bentuknya menyerupai pot bunga kecil), sembilu, sarung, kain batik, tepung-tawar, madu, kurma, garam, kukulih (bubur yang terbuat dari beras ketan), seliter beras, sebiji gula merah, sebiji buah kelapa, dan rempah-rempah untuk memasak ikan.
Upiah pinang digunakan untuk membungkus tembuni (tali pusat). Kapit digunakan sebagai tempat menyimpan tembuni. Sembilu digunakan untuk memotong tali pusat. Sedangkan, sarung atau kain batik digunakan untuk membersihkan tubuh bayi ketika tali pusatnya telah dipotong. Tepung-tawar digunakan untuk menaburi tubuh bayi agar terlepas dari gangguan roh-roh jahat. Madu, kurma atau garam lebah digunakan untuk mengoles bibir bayi. Dan, seliter beras, sebiji gula merah, sebiji buah kelapa, rempah-rempah untuk memasak ikan diberikan kepada dukun bayi sebagai ungkapan rasa terima kasih.
3. Jalannya Upacara
a. Persiapan Kelahiran
Ketika umur kehamilan seorang ibu telah mencapai 9 bulan1, maka pihak keluarga harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyambut kedatangan "warga baru" (sang jabang bayi), antara lain selembar upih pinang (pelepah pinang) dan sebuah kapit (wadah yang terbuat dari tembikar yang bentuknya menyerupai pot bunga kecil). Wadah ini pada saatnya akan digunakan sebagai tempat untuk menyimpan tembuni (potongan tali pusat). Selain itu, pihak keluarga juga mengadakan selamatan dengan membuat kukulih (bubur yang terbuat dari beras ketan). Bubur tersebut diberi doa, kemudian diputarkan (dikelilingkan) di atas kepala ibu yang sedang hamil. Setelah itu bubur baru boleh dimakan oleh seluruh keluarga. Tujuannya adalah agar proses kelahiran dapat berjalan lancar.
b. Kelahiran
Proses kelahiran itu sendiri dibantu oleh dukun beranak. Setelah bayi lahir, tali pusatnya dipotong dengan sembilu (bilah bambu yang dibuat sedemikian rupa sehingga tajam). Potongan tali pusat itu kemudian ditaruh (dimasukkan) ke dalam kapit dan diberi sedikit garam. Kemudian, ditutup dengan daun pisang yang telah diasap (dilembutkan). Selanjutnya diikat dengan bamban, lalu ditanam di bawah pohon besar atau di bawah bunga-bungaan atau dihanyutkan di sungai yang deras airnya. Ini ada kaitannya dengan kepercayaan masyarakat Banjar yang menganggap bahwa jika tali pusat ditanam di bawah pohon yang besar, kelak bayi yang bersangkutan (diharapkan) akan menjadi "orang besar". Kemudian, jika di bawah bunga-bungaan maka kelak namanya akan menjadi harum. Dan, jika dihanyutkan ke sungai, maka akan menjadi pelaut. Selain itu, ada pula yang mengikatkan tembuni pada sebatang pohon. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa) tidak merantau (keluar kampung). Jadi, penanaman tembuni bergantung pada apa yang diinginkan oleh orang tua terhadap bayinya dikemudian hari. Sebagai catatan, tidak seluruh tali pusat yang diputus akan ditanam, dihanyutkan atau diikat pada sebatang pohon besar, melainkan (sisanya) ada yang disimpan baik-baik untuk dihimpun menjadi satu bersama tali pusat saudara-saudaranya yang lain. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa) tidak saling bertengkar. Dengan perkataan lain, agar sebagai saudara selalu hidup rukun dan damai.
Setelah pemotongan pusat, maka bayi dibersihkan dengan beberapa lapis sarung atau kain batik, lalu diletakkan di atas talam yang didasari oleh sarung atau kain batik pula. Selanjutnya, bayi tersebut, oleh ayahnya, diadzankan dan diqomatkan. Maksudnya agar suara yang pertama kali didengar adalah kalimat Allah. Dengan demikian, kelak bayi tersebut akan menjadi orang yang taqwa (menjalani ajaran-ajaran agama Islam dan menjauhi larangan-laranganNya). Setelah itu, bibir bayi diolesi dengan gula atau kurma dan garam. Maksudnya adalah agar kelak Sang jabang bayi dapat bermulut manis dan bertutur kata manis (semua kata-katanya diperhatikan dan diikuti orang).
c. Sesudah Kelahiran
Setelah bayi diadzankan, diqomatkan, dan bibirnya diolesi gula atau kurma, ada satu upacara lagi yang disebut bapalas-bidan. Sesuai dengan namanya, maka yang berperan dan sekaligus memimpin upacara ini adalah dukun beranak atau bidan. Dalam hal ini dukun beranak mengucapkan berbagai mantera dan menepung-tawari sang bayi. Maksudnya adalah agar Sang jabang bayi selalu didampingi oleh saudaranya yang empat1 dan terhindar dari gangguan-gangguan roh halus. Selain itu, juga agar ibunya selamat dan sejahtera. Upacara diakhiri dengan makan bersama. Sedangkan, sebagai ungkapan terima kasih keluarga kepada sang dukun beranak, ia diberi sasarah berupa: seliter beras, sebiji gula merah, sebiji kelapa, dan rempah-rempah untuk memasak ikan.
Setelah bayi berumur satu minggu atau lebih, ada upacara yang disebut tasmiah (pemberian nama), dengan susunan acara sebagai berikut: pembacaan Ayat-ayat Suci Al Quran (Surat Ali Imran), pemberian nama oleh mualim atau penghulu, dan barjanji. Sebagai catatan, dalam barjanji itu, ketika dibaca kalimat asyrakal semua hadirin berdiri, kemudian bayi dikelilingkan. Mereka, termasuk mualim atau penghulu, diminta untuk menepung-tawari si bayi dengan baburih-likat. Dengan berakhirnya upacara tasmiah ini, maka berakhirlah rangkaian upacara kelahiran pada masyarakat Banjar.
4. Nilai Budaya
Upacara kelahiran adalah salah satu upacara di lingkaran hidup individu. Upacara kelahiran yang dilakukan oleh masyarakat Banjar yang berada di Kalimantan Selatan, Indonesia ini, jika dicermati secara saksama, maka di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama. Nilai-nilai itu antara lain: ketaqwaan, kesopan-santunan dan kewibawaan, dan kerukunan.
Nilai ketaqwaan tercermin dalam perbuatan ayah sang jabang bayi ketika bayi telah dipotong tali pusatnya, kemudian dimandikan (dibersihkan), lalu diletakkan di atas talam. Pada tahap ini sang ayah mengucapkan azdan dan qomat. Pengucapan tersebut dimaksudkan agar suara yang pertama kali didengar oleh bayi adalah kalimat Allah, sehingga diharapkan kelak akan menjadi seorang muslim yang taat terhadap agama-nya (menjalani ajaran-ajaran agama Islam dan menjauhi larangan-laranganNya).
Nilai kesopan-santunan dan kewibawaan tercermin pada pemolesan gula atau kurma dan garam pada bibir bayi, dengan maksud agar kelak sang jabang bayi dapat bermulut manis dan bertutur kata manis (semua kata-katanya diperhatikan dan diikuti orang).
Nilai kerukunan tercermin pada penyimpanan tali pusat Sang jabang bayi. Dalam hal ini tali pusat disimpan baik-baik untuk dihimpun menjadi satu dengan tali pusat saudara-saudaranya. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa) tidak bertengkar, selalu hidup rukun dan damai.
Sumber:
Keesing, Roger. 1992. Antropologi Budaya Edisi ke dua. Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.
Melalatoa, J. 1995. Ensiklopedi Sukubangsa di Indonesia A-K. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Proyek penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Adat-Istiadat Daerah Kalimantan Selatan. 1981. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
http://aligufron.multiply.com/journal/item/274
1. Pengantar
Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, provinsi Kalimantan Selatan didiami oleh berbagai sukubangsa (Melalatoa, 1995). Salah satu diantaranya adalah sukubangsa Banjar. Mereka mempercayai bahwa kehidupan manusia selalu diiringi dengan masa-masa kritis, yaitu suatu masa yang penuh dengan ancaman dan bahaya (Koentjaraningrat, 1985, Keesing, 1992). Masa-masa itu adalah peralihan dari tingkat kehidupan yang satu ke tingkat kehidupan lainnya (dari manusia masih berupa janin sampai meninggal dunia). Oleh karena masa-masa tersebut dianggap sebagai masa yang penuh dengan ancaman dan bahaya, maka diperlukan adanya suatu usaha untuk menetralkannya, sehingga masa-masa tersebut dapat dilalui dengan selamat. Usaha tersebut diwujudkan dalam bentuk upacara yang kemudian dikenal sebagai upacara lingkaran hidup individu yang meliputi: kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian. Tulisan ini terfokus pada upacara kelahiran pada masyarakat Banjar.
2. Peralatan dan Fungsi
Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upacara kelahiran pada masyarakat Banjar adalah: upiah pinang (pelepah pinang), kapit (wadah tembikar yang bentuknya menyerupai pot bunga kecil), sembilu, sarung, kain batik, tepung-tawar, madu, kurma, garam, kukulih (bubur yang terbuat dari beras ketan), seliter beras, sebiji gula merah, sebiji buah kelapa, dan rempah-rempah untuk memasak ikan.
Upiah pinang digunakan untuk membungkus tembuni (tali pusat). Kapit digunakan sebagai tempat menyimpan tembuni. Sembilu digunakan untuk memotong tali pusat. Sedangkan, sarung atau kain batik digunakan untuk membersihkan tubuh bayi ketika tali pusatnya telah dipotong. Tepung-tawar digunakan untuk menaburi tubuh bayi agar terlepas dari gangguan roh-roh jahat. Madu, kurma atau garam lebah digunakan untuk mengoles bibir bayi. Dan, seliter beras, sebiji gula merah, sebiji buah kelapa, rempah-rempah untuk memasak ikan diberikan kepada dukun bayi sebagai ungkapan rasa terima kasih.
3. Jalannya Upacara
a. Persiapan Kelahiran
Ketika umur kehamilan seorang ibu telah mencapai 9 bulan1, maka pihak keluarga harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyambut kedatangan "warga baru" (sang jabang bayi), antara lain selembar upih pinang (pelepah pinang) dan sebuah kapit (wadah yang terbuat dari tembikar yang bentuknya menyerupai pot bunga kecil). Wadah ini pada saatnya akan digunakan sebagai tempat untuk menyimpan tembuni (potongan tali pusat). Selain itu, pihak keluarga juga mengadakan selamatan dengan membuat kukulih (bubur yang terbuat dari beras ketan). Bubur tersebut diberi doa, kemudian diputarkan (dikelilingkan) di atas kepala ibu yang sedang hamil. Setelah itu bubur baru boleh dimakan oleh seluruh keluarga. Tujuannya adalah agar proses kelahiran dapat berjalan lancar.
b. Kelahiran
Proses kelahiran itu sendiri dibantu oleh dukun beranak. Setelah bayi lahir, tali pusatnya dipotong dengan sembilu (bilah bambu yang dibuat sedemikian rupa sehingga tajam). Potongan tali pusat itu kemudian ditaruh (dimasukkan) ke dalam kapit dan diberi sedikit garam. Kemudian, ditutup dengan daun pisang yang telah diasap (dilembutkan). Selanjutnya diikat dengan bamban, lalu ditanam di bawah pohon besar atau di bawah bunga-bungaan atau dihanyutkan di sungai yang deras airnya. Ini ada kaitannya dengan kepercayaan masyarakat Banjar yang menganggap bahwa jika tali pusat ditanam di bawah pohon yang besar, kelak bayi yang bersangkutan (diharapkan) akan menjadi "orang besar". Kemudian, jika di bawah bunga-bungaan maka kelak namanya akan menjadi harum. Dan, jika dihanyutkan ke sungai, maka akan menjadi pelaut. Selain itu, ada pula yang mengikatkan tembuni pada sebatang pohon. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa) tidak merantau (keluar kampung). Jadi, penanaman tembuni bergantung pada apa yang diinginkan oleh orang tua terhadap bayinya dikemudian hari. Sebagai catatan, tidak seluruh tali pusat yang diputus akan ditanam, dihanyutkan atau diikat pada sebatang pohon besar, melainkan (sisanya) ada yang disimpan baik-baik untuk dihimpun menjadi satu bersama tali pusat saudara-saudaranya yang lain. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa) tidak saling bertengkar. Dengan perkataan lain, agar sebagai saudara selalu hidup rukun dan damai.
Setelah pemotongan pusat, maka bayi dibersihkan dengan beberapa lapis sarung atau kain batik, lalu diletakkan di atas talam yang didasari oleh sarung atau kain batik pula. Selanjutnya, bayi tersebut, oleh ayahnya, diadzankan dan diqomatkan. Maksudnya agar suara yang pertama kali didengar adalah kalimat Allah. Dengan demikian, kelak bayi tersebut akan menjadi orang yang taqwa (menjalani ajaran-ajaran agama Islam dan menjauhi larangan-laranganNya). Setelah itu, bibir bayi diolesi dengan gula atau kurma dan garam. Maksudnya adalah agar kelak Sang jabang bayi dapat bermulut manis dan bertutur kata manis (semua kata-katanya diperhatikan dan diikuti orang).
c. Sesudah Kelahiran
Setelah bayi diadzankan, diqomatkan, dan bibirnya diolesi gula atau kurma, ada satu upacara lagi yang disebut bapalas-bidan. Sesuai dengan namanya, maka yang berperan dan sekaligus memimpin upacara ini adalah dukun beranak atau bidan. Dalam hal ini dukun beranak mengucapkan berbagai mantera dan menepung-tawari sang bayi. Maksudnya adalah agar Sang jabang bayi selalu didampingi oleh saudaranya yang empat1 dan terhindar dari gangguan-gangguan roh halus. Selain itu, juga agar ibunya selamat dan sejahtera. Upacara diakhiri dengan makan bersama. Sedangkan, sebagai ungkapan terima kasih keluarga kepada sang dukun beranak, ia diberi sasarah berupa: seliter beras, sebiji gula merah, sebiji kelapa, dan rempah-rempah untuk memasak ikan.
Setelah bayi berumur satu minggu atau lebih, ada upacara yang disebut tasmiah (pemberian nama), dengan susunan acara sebagai berikut: pembacaan Ayat-ayat Suci Al Quran (Surat Ali Imran), pemberian nama oleh mualim atau penghulu, dan barjanji. Sebagai catatan, dalam barjanji itu, ketika dibaca kalimat asyrakal semua hadirin berdiri, kemudian bayi dikelilingkan. Mereka, termasuk mualim atau penghulu, diminta untuk menepung-tawari si bayi dengan baburih-likat. Dengan berakhirnya upacara tasmiah ini, maka berakhirlah rangkaian upacara kelahiran pada masyarakat Banjar.
4. Nilai Budaya
Upacara kelahiran adalah salah satu upacara di lingkaran hidup individu. Upacara kelahiran yang dilakukan oleh masyarakat Banjar yang berada di Kalimantan Selatan, Indonesia ini, jika dicermati secara saksama, maka di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama. Nilai-nilai itu antara lain: ketaqwaan, kesopan-santunan dan kewibawaan, dan kerukunan.
Nilai ketaqwaan tercermin dalam perbuatan ayah sang jabang bayi ketika bayi telah dipotong tali pusatnya, kemudian dimandikan (dibersihkan), lalu diletakkan di atas talam. Pada tahap ini sang ayah mengucapkan azdan dan qomat. Pengucapan tersebut dimaksudkan agar suara yang pertama kali didengar oleh bayi adalah kalimat Allah, sehingga diharapkan kelak akan menjadi seorang muslim yang taat terhadap agama-nya (menjalani ajaran-ajaran agama Islam dan menjauhi larangan-laranganNya).
Nilai kesopan-santunan dan kewibawaan tercermin pada pemolesan gula atau kurma dan garam pada bibir bayi, dengan maksud agar kelak sang jabang bayi dapat bermulut manis dan bertutur kata manis (semua kata-katanya diperhatikan dan diikuti orang).
Nilai kerukunan tercermin pada penyimpanan tali pusat Sang jabang bayi. Dalam hal ini tali pusat disimpan baik-baik untuk dihimpun menjadi satu dengan tali pusat saudara-saudaranya. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa) tidak bertengkar, selalu hidup rukun dan damai.
Sumber:
Keesing, Roger. 1992. Antropologi Budaya Edisi ke dua. Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.
Melalatoa, J. 1995. Ensiklopedi Sukubangsa di Indonesia A-K. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Proyek penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Adat-Istiadat Daerah Kalimantan Selatan. 1981. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
http://aligufron.multiply.com/journal/item/274
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025. Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2000-2025 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam dekade 1990-2000, penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,49 persen per tahun, kemudian antara periode 2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 persen dan 0,92 persen per tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat kelahiran dan kematian, namun penurunan karena kelahiran lebih cepat daripada penurunan karena kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi, sedangkan Crude Death Rate (CDR) tetap sebesar 7 per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.
Salah satu ciri penduduk Indonesia adalah persebaran antar pulau dan provinsi yang tidak merata. Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang dari tujuh persen dari luas total wilayah daratan Indonesia. Namun secara perlahan persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun dari sekitar 59,1 persen pada tahun 2000 menjadi 55,4 persen pada tahun 2025. Sebaliknya persentase penduduk yang tinggal di pulau pulau lain meningkat seperti, Pulau Sumatera naik dari 20,7 persen menjadi 22,7 persen, Kalimantan naik dari 5,5 persen menjadi 6,5 persen pada periode yang sama. Selain pertumbuhan alami di pulau-pulau tersebut memang lebih tinggi dari pertumbuhan alami di Jawa, faktor arus perpindahan yang mulai menyebar ke pulau-pulau tersebut juga menentukan distribusi penduduk
TABEL 1
Jumlah penduduk di setiap provinsi sangat beragam dan bertambah dengan laju pertumbuhan yang sangat beragam pula. Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan periode 1990-2000, maka terlihat laju pertumbuhan penduduk di beberapa provinsi ada yang naik pesat dan ada pula yang turun dengan tajam (data tidak ditampilkan). Sebagai contoh, provinsi-provinsi yang laju pertumbuhan penduduknya turun tajam minimal sebesar 0,50 persen dibandingkan periode sebelumnya (1990-2000) adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua. Sementara, provinsi yang laju pertumbuhannya naik pesat minimal sebesar 0,40 persen dibandingkan periode sebelumnya adalah Lampung, Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta dan Maluku Utara.
Tabel 2. memperlihatkan dua provinsi dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk minus yaitu, Nanggroe Aceh Darussalam dan DKI Jakarta. Kondisi ini kemungkinan akibat dari asumsi migrasi yang digunakan, yaitu pola migrasi menurut umur selama periode proyeksi dianggap sama dengan pola migrasi periode 1995-2000, terutama untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pola net migrasi provinsi ini pada periode 1995-2000 adalah minus di atas 10 persen, jauh lebih tinggi dari provinsi-provinsi pengirim migran lainnya.
Tabel 2 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 2000-2025
Sumber : http://www.datastatistik-indonesia.com/
PERTUMBUHAN PENDUDUK DUNIA
Oleh : Fadhil ZA
Setelah perang dunia berakhir ditahun 1945, penduduk dunia terus berkembang dengan pesat. Berbagai penyakit, peperangan yang muncul sesudah PD 2, bencana alam dan program KB yang dicanangkan dibeberapa Negara tidak mampu menahan laju pertumbuhan penduduk dunia. Menurut situs GeoHive pada tahun 1950 jumlah penduduk dunia kurang lebih 2,5 milyar jiwa. Tahun 2008 ini telah mencapai 6,7 milyar jiwa dan diperkirakan tahun 2012 nanti akan menembus angka 7 milyar jiwa. Menurut perkiraan GeoHive tahun 2050 nanti penduduk dunia akan mencapai 9,5 milyar jiwa.
Populasi penduduk dunia pada tahun 1950 dan tahun 2008 menurut situs GeoHive adalah seperti pada tabel dibawah ini
Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 sesudah USA, populasi terbanyak berada didaratan China. Dari 6,7 Milyard penduduk dunia dewasa ini berapa persenkah yang ber-Iman dan yakin pada Allah dan kehidupan akhirat? Dari 5 besar Negara yang populasi penduduknya terbanyak diatas, mayoritas penduduknya adalah non Muslim, Hanya Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim.
Dewasa ini paham materialis yang sangat mendewa dewakan kehidupan dunia masih sangat dominan. Bahkan beberapa Negara besar didunia cenderung menganut paham sekular yang memisahkan kehidupan bernegara dengan agama. Dengan seringnya terjadi kericuhan, keributan antara umat beragama baik antara sesama pemeluk agama tertentu maupun antara umat lain agama didunia ini maka paham sekular semakin mendapat tempat di negara negara barat.
Sumber : http://www.fadhilza.com/2008/11/tadabbur/pertumbuhan-penduduk-dunia.html
Oleh : Fadhil ZA
Setelah perang dunia berakhir ditahun 1945, penduduk dunia terus berkembang dengan pesat. Berbagai penyakit, peperangan yang muncul sesudah PD 2, bencana alam dan program KB yang dicanangkan dibeberapa Negara tidak mampu menahan laju pertumbuhan penduduk dunia. Menurut situs GeoHive pada tahun 1950 jumlah penduduk dunia kurang lebih 2,5 milyar jiwa. Tahun 2008 ini telah mencapai 6,7 milyar jiwa dan diperkirakan tahun 2012 nanti akan menembus angka 7 milyar jiwa. Menurut perkiraan GeoHive tahun 2050 nanti penduduk dunia akan mencapai 9,5 milyar jiwa.
Populasi penduduk dunia pada tahun 1950 dan tahun 2008 menurut situs GeoHive adalah seperti pada tabel dibawah ini
Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 sesudah USA, populasi terbanyak berada didaratan China. Dari 6,7 Milyard penduduk dunia dewasa ini berapa persenkah yang ber-Iman dan yakin pada Allah dan kehidupan akhirat? Dari 5 besar Negara yang populasi penduduknya terbanyak diatas, mayoritas penduduknya adalah non Muslim, Hanya Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim.
Dewasa ini paham materialis yang sangat mendewa dewakan kehidupan dunia masih sangat dominan. Bahkan beberapa Negara besar didunia cenderung menganut paham sekular yang memisahkan kehidupan bernegara dengan agama. Dengan seringnya terjadi kericuhan, keributan antara umat beragama baik antara sesama pemeluk agama tertentu maupun antara umat lain agama didunia ini maka paham sekular semakin mendapat tempat di negara negara barat.
Sumber : http://www.fadhilza.com/2008/11/tadabbur/pertumbuhan-penduduk-dunia.html